Lubang di dinding itu terlalu kecil untuk di masuki
dua orang. Sehingga Pak Gaspar yang membawa obor berjalan terlebih dahulu.
Nyala api obor memperlihatkan terowongan berukir indah dan berpotongan sama
seperti bingkai ukiran naga Hydor—pantas saja raja yang kelebihan berat badan
itu kesulitan melewatinya. Jalanan sepanjang terowongan panjang itu menurun
cukup landai, hingga sekitar satu tingkat di bawah permukaan lantai
perpustakaan istana. Ujung terowongan pun mulai terlihat. Keluar dari
terowongan, sebuah ruangan luas dengan aura mistis yang berpendar kebiruan
terlihat. Perkamen-perkamen dan buku-buku bertumpuk di rak yang mengelilingi
ruangan. Bagian atap berbentuk kubah menakjubkan dengan ukiran garis-garis
rumit dan di beberapa titik pertemuan garis terdapat batu safir biru. Di tengah
ruangan, terdapat batu besar dengan permukaan datar yang halus dan tinggi
menyamai pinggangku. Batu itu cekung ke dalam dan terisi air. Aku dan Pak
Gaspar mendekati batu itu. Di dasar kolam batu tersebut, terdapat sebuah batu
dengan bentuk tidak beraturan yang berwarna kuning gelap, tak bercahaya. Kontras
terlihat di dasar air jernih yang bersinar sedikit keperakan.
“Rasanya
aku pernah baca tentang ini,” ungkapku memecah kesunyian. “Bahkan batu safir
bercahaya di tengah kegelapan oleh air ini. Tapi batu kuning itu tetap kusam
dan gelap. Itu adalah batu…”
“Batu
Oyra—batu yang hanya akan bersinar setiap 500 tahun,” potong Pak Gaspar.
“Dan
air ini… air apa?” aku memasukkan tanganku ke dalam kolam batu itu lalu
menariknya dengan cepat. Rasanya seperti ditusuk seribu jarum.
Pak
Gaspar terkekeh. “Sentuhannya tidak seindah penampilannya bukan?” Pak Gaspar
mengangkat tongkat berjalannya dan memasukkannya ke air, berusaha mendorong batu
tersebut naik ke pinggir kolam.
“Lalu
papan konstelasi yang dibuat oleh raja merupakan penyederhanaan konstelasi dari
ukiran langit-langit ruangan ini?” ujarku sambil mengadah ke langit-kangit.
Ukiran yang detail dari alur bintang-bintang yang luar biasa. Namun, ada yang
menarik perhatianku. Beberapa batu safir yang tadi bercahaya tiba-tiba meredup
cahayanya. Lalu, kulirik Pak Gaspar yang berhasil mengeluarkan batu Oyra. Aku
kembali mengadah ke langit-langit. Tiba-tiba pandanganku tertutup oleh tabir kuning
gelap yang berisi dua cahaya biru. Pak Gaspar mendekatkan batu Oyra tepat di
depan mataku dan menariknya kembali.
“Disebut
juga batu ramalan jika disatukan dengan safir biru,” lanjut Pak Gaspar.
“Tapi
apa yang diramalkan?” tanyaku.
“Lihat
lebih seksama pada tiap batu safir. Ada tulisan mengelilinginya,” jawab Pak
Gaspar menunjuk dua batu safir yang tetap bercahaya setelah batu Oyra di
keluarkan dari air.
Pak
Gaspar mengangkat lebih tinggi obor yang dipegangnya. Aku menyipitkan mata
berusaha membaca.
0 komentar:
Posting Komentar