29
Oktober


          Lubang di dinding itu terlalu kecil untuk di masuki dua orang. Sehingga Pak Gaspar yang membawa obor berjalan terlebih dahulu. Nyala api obor memperlihatkan terowongan berukir indah dan berpotongan sama seperti bingkai ukiran naga Hydor—pantas saja raja yang kelebihan berat badan itu kesulitan melewatinya. Jalanan sepanjang terowongan panjang itu menurun cukup landai, hingga sekitar satu tingkat di bawah permukaan lantai perpustakaan istana. Ujung terowongan pun mulai terlihat. Keluar dari terowongan, sebuah ruangan luas dengan aura mistis yang berpendar kebiruan terlihat. Perkamen-perkamen dan buku-buku bertumpuk di rak yang mengelilingi ruangan. Bagian atap berbentuk kubah menakjubkan dengan ukiran garis-garis rumit dan di beberapa titik pertemuan garis terdapat batu safir biru. Di tengah ruangan, terdapat batu besar dengan permukaan datar yang halus dan tinggi menyamai pinggangku. Batu itu cekung ke dalam dan terisi air. Aku dan Pak Gaspar mendekati batu itu. Di dasar kolam batu tersebut, terdapat sebuah batu dengan bentuk tidak beraturan yang berwarna kuning gelap, tak bercahaya. Kontras terlihat di dasar air jernih yang bersinar sedikit keperakan.
            “Rasanya aku pernah baca tentang ini,” ungkapku memecah kesunyian. “Bahkan batu safir bercahaya di tengah kegelapan oleh air ini. Tapi batu kuning itu tetap kusam dan gelap. Itu adalah batu…”
            “Batu Oyra—batu yang hanya akan bersinar setiap 500 tahun,” potong Pak Gaspar.
            “Dan air ini… air apa?” aku memasukkan tanganku ke dalam kolam batu itu lalu menariknya dengan cepat. Rasanya seperti ditusuk seribu jarum.
            Pak Gaspar terkekeh. “Sentuhannya tidak seindah penampilannya bukan?” Pak Gaspar mengangkat tongkat berjalannya dan memasukkannya ke air, berusaha mendorong batu tersebut naik ke pinggir kolam.
            “Lalu papan konstelasi yang dibuat oleh raja merupakan penyederhanaan konstelasi dari ukiran langit-langit ruangan ini?” ujarku sambil mengadah ke langit-kangit. Ukiran yang detail dari alur bintang-bintang yang luar biasa. Namun, ada yang menarik perhatianku. Beberapa batu safir yang tadi bercahaya tiba-tiba meredup cahayanya. Lalu, kulirik Pak Gaspar yang berhasil mengeluarkan batu Oyra. Aku kembali mengadah ke langit-langit. Tiba-tiba pandanganku tertutup oleh tabir kuning gelap yang berisi dua cahaya biru. Pak Gaspar mendekatkan batu Oyra tepat di depan mataku dan menariknya kembali.
            “Disebut juga batu ramalan jika disatukan dengan safir biru,” lanjut Pak Gaspar.
            “Tapi apa yang diramalkan?” tanyaku.
            “Lihat lebih seksama pada tiap batu safir. Ada tulisan mengelilinginya,” jawab Pak Gaspar menunjuk dua batu safir yang tetap bercahaya setelah batu Oyra di keluarkan dari air.
            Pak Gaspar mengangkat lebih tinggi obor yang dipegangnya. Aku menyipitkan mata berusaha membaca.

0 komentar:

Posting Komentar