19
Oktober



     Tiba-tiba… konsentrasiku buyar setelah melihat seringai menjijikan menghadang lima langkah di depan. Makhluk tambun pemilik seringai itu bersender malas di pagar pendek berukir indah yang menjadi pembatas koridor menuju perpustakaan dan taman kerajaan. Dan makhluk itu adalah putra mahkota egois yang berpikir dia bisa mendapatkan segalanya termasuk diriku. Kadang-kadang dia menungguku di situ. Makhluk inilah satu-satunya yang membuatku tidak menyukai perjalanan menuju perpustakaan.
     “Hai cantik… aku tidak melihatmu di pesta penutupan tadi malam,” sapanya tanpa basa-basi.
     Aku tersenyum terpaksa. “Yahh… aku tidak bisa menari jadi lebih baik aku tidur saja”—lebih tepatnya berusaha keras untuk dapat tidur. Aku sengaja menggunakan alasan ini karena memang inti dari pesta tadi malam adalah tarian sebagai ucapan syukur atas panjang umurnya sang raja. Semua orang tumpah ruah di jalan-jalan dan menari dengan siapa saja yang mau menari bersama, bahkan yang menari sendiri tidak sedikit. Kuduga dia akan mengatakan bahwa dia ingin mengajakku berdansa.
     “Ah…begitu rupanya. Padahal aku ingin mengajakmu berdansa.”—sesuai dugaan—“Sebelumnya kita bisa berlatih terlebih dahulu.” Dia terdiam sebentar, lalu menoleh ke arah pintu perpustakaan yang masih jauh di ujung koridor dan kembali beralih kepadaku. Menilai dari atas ke bawah dengan pandangan yang tidak kusukai. Tatapannya menyiratkan…
     “Kau terlalu cantik untuk gudang buku berdebu dan suram itu. Kau lebih cocok jadi dayang ataupun… selir—selirku tentunya,” ucapnya menyeringai. Hoek… apa katanya? Selir?! Lebih baik aku mati!
     Kucoba tetap tersenyum. Ini sudah kuhadapi hampir setiap hari. “Maaf Yang Mulia. Saya tidak suka menjadi selir yang notabene hanya untuk menyenangkan laki-laki yang kebetulan merupakan putra mahkota. Seperti boneka yang dimainkan rasanya,” sindirku dengan suara tenang.
     Dia manggut-manggut dan tampak sibuk berpikir. Entah apa yang dipikirkan dengan otaknya yang dangkal itu. “Memang sulit,” katanya. “Tidak mungkin aku menjadikanmu permaisuriku. Raja tidak akan suka putra mahkotanya mengambil gadis dari kalangan bawah. Pasti dia menyuruhku mengambilmu sebagai selir. Dia ingin aku menikah dengan putri kerajaan lain untuk memperluas kerajaan atau sekedar menguatkan hubungan antar kerajaan. Atau minimal putri bangsawan, aku… “ Sebelum aku meledak mendengar pernyataannya yang merendahkan diriku lebih lanjut, aku berjalan cepat melewatinya. Bahkan, saat aku akan menghilang di balik pintu besar yang kokoh, sayup-sayup ku dengar dia berteriak mengatakan, “kau akan menjadi selir favoritku yang paling istimewa!!” Gila!

0 komentar:

Posting Komentar