Sesosok bayangan laki-laki berbadan besar
berhenti di depan sebuah rumah pondok yang tidak terurus. Di keheningan malam
ia mengetuk dengan pelan, berharap selain pemilik rumah tidak ada lagi yang
mendengar. Begitu pintu dibuka, sesosok laki-laki lain terlihat, wajahnya
tampak sama tidak terurus seperti rumahnya.
“Aku tahu kau pasti akan membawanya ke sini,” kata laki-laki pemilik rumah.
“Kau tahu aku tidak punya pilihan lain yang lebih aman. Suatu kebetulan ketika kejadian yang sama menimpa kita berdua.”
“Ya… hanya saja anak itu lahir dengan selamat.” Laki-laki pemilik rumah memancarkan aura yang muram.
“Ssstt… tenanglah…” laki-laki berbadan besar menimang-nimang saat bayi di pelukannya mulai menggeliat. “Kau akan merawatnya, bukan?”
Laki-laki pemilik rumah mendesah. “Bagaimana pun aku berhutang budi padamu.”
Sang bayi pun berpindah ke pelukan laki-laki pemilik rumah. Tiba-tiba bayi mungil itu terbangun dan terisak. Dengan segera laki-laki berbadan besar pergi dari rumah tersebut, menahan keinginannya untuk merengkuh kembali bayinya yang masih merah. Bayi bermata sewarna rambutnya yang hitam, ia yakini akan lebih aman di sana. Karena ia tahu waktunya semakin dekat.
“Aku tahu kau pasti akan membawanya ke sini,” kata laki-laki pemilik rumah.
“Kau tahu aku tidak punya pilihan lain yang lebih aman. Suatu kebetulan ketika kejadian yang sama menimpa kita berdua.”
“Ya… hanya saja anak itu lahir dengan selamat.” Laki-laki pemilik rumah memancarkan aura yang muram.
“Ssstt… tenanglah…” laki-laki berbadan besar menimang-nimang saat bayi di pelukannya mulai menggeliat. “Kau akan merawatnya, bukan?”
Laki-laki pemilik rumah mendesah. “Bagaimana pun aku berhutang budi padamu.”
Sang bayi pun berpindah ke pelukan laki-laki pemilik rumah. Tiba-tiba bayi mungil itu terbangun dan terisak. Dengan segera laki-laki berbadan besar pergi dari rumah tersebut, menahan keinginannya untuk merengkuh kembali bayinya yang masih merah. Bayi bermata sewarna rambutnya yang hitam, ia yakini akan lebih aman di sana. Karena ia tahu waktunya semakin dekat.
***
HARI
PEMILIHAN
Ku
awali hari dengan perasaan gembira. Sesegera mungkin menyiapkan sarapan untuk
ayah yang akan memakannya saat matahari tepat berada di atas kepala—tentunya
akan menjadi makan siang baginya. Kakiku melangkah ringan melewati penjual buah
yang gerobaknya hampir-hampir menubrukku, melewati Ny. Essie—tetanggaku yang
baru pulang dari pasar, dan orang-orang berwajah letih setelah semalam suntuk
bernyanyi dan menari pada penutupan perayaan ulang tahun raja. Bayangkan untuk
ulang tahun saja diadakan seminggu lamanya! Pemborosan yang tidak berguna. Selama
seminggu aku lebih sering termenung di siang hari karena libur dari pekerjaan
mengurusi perpustakaan kerajaan dan malamnya susah tidur akibat hiruk-pikuk
pesta di seantero ibu kota.
Tapi minggu berat itu telah berlalu
dan sekarang aku sedang melangkah menuju perpustakaan di mana aku dapat membaca
buku-buku yang banyak sekali—di samping mengurus perpustakaan tentunya. Membaca
buku salah satu hal yang sangat menyenangkan bagiku hingga aku menawarkan diri
bekerja di sini. Hmm… mungkin setelah bersih-bersih akan kulanjutkan membaca
buku ‘Kerajaan Naga’ yang membahas jenis-jenis naga, minggu lalu aku baru
sampai di Naga Sisik Perak Augista.
0 komentar:
Posting Komentar