20
Oktober


          Aku menyelesaikan bersih-bersihku dan mengambil buku ‘Kerajaan Naga’ dari raknya lalu duduk di hadapan Pak Gaspar. Aku membenarkan perkataan Pak Gaspar, karena begitu melewati gerbang ibukota, siapa pun tidak akan diizinkan untuk kembali lagi. “Yah… mereka sudah nyaman dengan keadaan yang ada. Tidak menyadari bahwa dunia bisa saja berubah seketika,” ujarku sambil membolak-balik halaman. Yang kumaksud dengan ‘keadaan’ adalah bahwa kerajaan ini jauh dari segala macam perang seperti perang antar kerajaan yang sering berkecamuk di belahan bagian utara dan barat laut atau konflik dalam kerajaan sendiri yang kadang terjadi di belahan bagian timur laut, setidaknya itu yang terlihat pada pemandangan ibu kota. Kerajaan ini juga terkenal dengan kesuburan tanah-tanahnya. Meskipun sang raja dan keluarganya dapat dikatakan hobi menghamburkan uang. Namun, tidak ada protes karena sang raja juga termasuk dermawan dengan sering mengadakan pesta untuk rakyat. Keluarga kerajaan juga cukup berbaur dengan rakyat jelata pada pesta tersebut—meskipun dalam batasan-batasan tertentu. Ditambah pajak yang cukup kecil, wajar kalau orang-orang seakan menutup mata dengan sifat boros keluarga kerajaan dan tidak pernah ketidak puasan terdengar. Namun, bagiku itu cukup ganjil. Bagaimana kerajaan mendapatkan uang berlimpah dengan pajak yang kecil? Sebersit pertanyaan menghampiriku.
            “Oh iya Pak, bagaimana keadaan daerah-daerah di luar ibu kota ini? Isu yang beredar mengatakan bahwa selain prajurit dan keluarga raja ataupun bangsawan, tidak satupun rakyat biasa yang telah keluar dari kota dapat masuk kembali. Ada apa di luar sana?” tanyaku pada Pak Gaspar. Pak gaspar dulunya adalah salah satu komandan kerajaan sewaktu muda dan sempat menjadi jenderal sebelum akhirnya berhenti dan ia meminta agar tetap bekerja pada kerajaan meski hanya sebagai pengurus perpustakaan, akibat perang dengan kerajaan lain yang ingin menginvasi Blezard beberapa tahun yang lalu. Sayang sekali kaki kanan Pak Gaspar cedera parah hingga tidak memungkinkan dia berjalan normal kembali. Sekarang pun dia menggunakan tongkat untuk berjalan. Tapi dengan jabatan yang pernah di pegangnya, tentunya beliau mengetahui keadaan di luar ibu kota yang bernama Heka ini. Tidak ada rakyat dalam ibu kota yang mengetahui keadaan di luar sekalipun keluarga prajurit, mengingat ibu kota yang menjadi satu areal dengan istana pusat kerajaan  ini berada di perbukitan luas dengan jurang-jurang bebatuan yang tinggi mengelilinginya. Hanya terdapat satu akses masuk dari sebelah barat dengan air terjun ‘Derco’ yang mematikan di sebelah timur. Jurang-jurang tersebut menjadi semacam parit pertahanan alami untuk bagian luar ibu kota, sedang bagian dalamnya dikelilingi oleh hutan lebat sehingga katapel batu tidak akan mengenai kota dan istana. Selain menggunakan naga, mustahil memasuki ibu kota tanpa melewati gerbang. Sementara naga di kerajaan ini adalah tunggangan eksklusif keluarga raja dan sebagian besar hanya boleh untuk keperluan perang. Makhluk-makhluk lainnya yang seharusnya bisa memanjati tebing menjadi tidak berguna karena tebing pun dimantrai dengan mantra kuno. Makhluk apapun yang memanjati tebing akan terjatuh ke dasar jurang seolah-olah ditarik ke bawah oleh tangan tak terlihat. Konon di dasar jurang banyak terdapat kerangka berbagai macam makhluk, termasuk manusia.

0 komentar:

Posting Komentar