Aku menyelesaikan bersih-bersihku dan mengambil buku
‘Kerajaan Naga’ dari raknya lalu duduk di hadapan Pak Gaspar. Aku membenarkan
perkataan Pak Gaspar, karena begitu melewati gerbang ibukota, siapa pun tidak
akan diizinkan untuk kembali lagi. “Yah… mereka sudah nyaman dengan keadaan
yang ada. Tidak menyadari bahwa dunia bisa saja berubah seketika,” ujarku
sambil membolak-balik halaman. Yang kumaksud dengan ‘keadaan’ adalah bahwa
kerajaan ini jauh dari segala macam perang seperti perang antar kerajaan yang
sering berkecamuk di belahan bagian utara dan barat laut atau konflik dalam
kerajaan sendiri yang kadang terjadi di belahan bagian timur laut, setidaknya
itu yang terlihat pada pemandangan ibu kota. Kerajaan ini juga terkenal dengan
kesuburan tanah-tanahnya. Meskipun sang raja dan keluarganya dapat dikatakan
hobi menghamburkan uang. Namun, tidak ada protes karena sang raja juga termasuk
dermawan dengan sering mengadakan pesta untuk rakyat. Keluarga kerajaan juga
cukup berbaur dengan rakyat jelata pada pesta tersebut—meskipun dalam
batasan-batasan tertentu. Ditambah pajak yang cukup kecil, wajar kalau
orang-orang seakan menutup mata dengan sifat boros keluarga kerajaan dan tidak
pernah ketidak puasan terdengar. Namun, bagiku itu cukup ganjil. Bagaimana
kerajaan mendapatkan uang berlimpah dengan pajak yang kecil? Sebersit
pertanyaan menghampiriku.
“Oh
iya Pak, bagaimana keadaan daerah-daerah di luar ibu kota ini? Isu yang beredar
mengatakan bahwa selain prajurit dan keluarga raja ataupun bangsawan, tidak
satupun rakyat biasa yang telah keluar dari kota dapat masuk kembali. Ada apa
di luar sana?” tanyaku pada Pak Gaspar. Pak gaspar dulunya adalah salah satu
komandan kerajaan sewaktu muda dan sempat menjadi jenderal sebelum akhirnya
berhenti dan ia meminta agar tetap bekerja pada kerajaan meski hanya sebagai
pengurus perpustakaan, akibat perang dengan kerajaan lain yang ingin menginvasi
Blezard beberapa tahun yang lalu. Sayang sekali kaki kanan Pak Gaspar cedera
parah hingga tidak memungkinkan dia berjalan normal kembali. Sekarang pun dia
menggunakan tongkat untuk berjalan. Tapi dengan jabatan yang pernah di
pegangnya, tentunya beliau mengetahui keadaan di luar ibu kota yang bernama
Heka ini. Tidak ada rakyat dalam ibu kota yang mengetahui keadaan di luar
sekalipun keluarga prajurit, mengingat ibu kota yang menjadi satu areal dengan
istana pusat kerajaan ini berada di
perbukitan luas dengan jurang-jurang bebatuan yang tinggi mengelilinginya.
Hanya terdapat satu akses masuk dari sebelah barat dengan air terjun ‘Derco’
yang mematikan di sebelah timur. Jurang-jurang tersebut menjadi semacam parit
pertahanan alami untuk bagian luar ibu kota, sedang bagian dalamnya dikelilingi
oleh hutan lebat sehingga katapel batu tidak akan mengenai kota dan istana.
Selain menggunakan naga, mustahil memasuki ibu kota tanpa melewati gerbang.
Sementara naga di kerajaan ini adalah tunggangan eksklusif keluarga raja dan
sebagian besar hanya boleh untuk keperluan perang. Makhluk-makhluk lainnya yang
seharusnya bisa memanjati tebing menjadi tidak berguna karena tebing pun dimantrai
dengan mantra kuno. Makhluk apapun yang memanjati tebing akan terjatuh ke dasar
jurang seolah-olah ditarik ke bawah oleh tangan tak terlihat. Konon di dasar
jurang banyak terdapat kerangka berbagai macam makhluk, termasuk manusia.
0 komentar:
Posting Komentar